Terserah Mommy

Duh, puyeng kalau mendengar kata ‘terserah‘. Sudah ditanya baik-baik, diberi pilihan, lalu jawabnya,”Terserah!”

Nggak punya pendirian itu! Belum lagi saat pilihan sudah ditentukan, eh yang bilang terserah itu malah marah-marah. Sebal! Tadi bilang terserah, mestinya jangan protes dong. Pikiran orang lain kan tidak sama dengan yang ada di benak sendiri.

Orang dewasa layaknya anak kecil yang maunya dimaklumi terus, tapi tetap saja bikin kesal. Anak kecil masih wajar karena dianggap belum bisa menentukan suatu pilihan dengan baik. 

Begini ini jawabannya, saat anak kecil diberitahu ibunya

“Terserah Mommy….”

Kata seorang anak lelaki yang duduk di bangku Taman Kanak-Kanak dan rencananya akan masuk kelas 1 sekolah dasar tahun ini.

Kata itu kerap diucapkannya dengan nada pelan, bila hatinya senang dan tenang, tapi  bisa terdengar menggelegar dengan tangan terkepal ke bawah, bahu melebar dan dada membusung, marah!

“Terserah Mommy! Mas harus ngapain sekarang.”

Tanggapan sang ibu,”Ya sudah, sekarang Mas belajar dulu.”

“Mas nggak mau! Nggak suka belajar sekarang.” 

Duh, ruwet dah ah jadi emak.

Reaksi anak seperti itu sebenarnya masih berkaitan dengan contoh yang dilihat dan dirasakan si anak. Medianya bisa dari tontonan televisi, tayangan di channel media sosial atau mungkin pembicaraan sehari-hari di lingkungan rumahnya.

Bila sesuatu itu dilakukan berulang kali, baik ucapan maupun tindakan yang didengar dan dilihat oleh anak, otomatis akan ditiru tanpa berpikir lebih lanjut. 

Mumpung masih kecil, anak bisa dididik untuk mandiri, tanamkan disiplin, mampu menentukan pilihan dan menyampaikannya, bukan dengan ringan mengucap, “Terserah”

Saat dewasa kelak, mereka diharapkan tidak dengan gampangnya berkata, “Terserah” tanpa pikir panjang dan tanggung jawab.

wisataliterasi/hadiyatitriono

0Shares

Tinggalkan Balasan