Aku masih ingat tahun lalu dan tahun sebelumnya, kesibukan orang-orang di masjid dan mushola memotong hewan kurban. Seminggu sebelumnya, kupon pengambilan daging kurban telah beredar dan dibagikan kepada warga. Emakku mendapat jatah dua lembar kupon.
Sebelum jam penukaran kupon berlangsung, aku menyempatkan diri datang ke tempat pemotongan. Anak seusiaku banyak yang ingin melihat dari dekat, tapi segera dihalau oleh panitia.
“Tolong anak-anak jangan terlalu dekat ya, nanti yang bertugas akan terganggu. Kalian melihatnya dari jarak yang sudah diberi tanda tali rafia, di sana ya.”
Akhirnya, jam penukaran kupon dibuka selepas salat dzuhur. Sekilo daging kambing kudapat dari penukaran kupon daging kurban. Segera aku bergegas pulang dan kuserahkan daging itu dengan sukacita kepada Emak.
Emak segera menyiapkan bahan dan bumbu untuk mengolah daging kambing itu. Kami menunggu dengan wajah berseri-seri. Hari ini kami bisa merasakan nikmatnya sate dengan bumbu kecap nan manis beserta sambal pelengkapnya.
Selesai sholat magrib, emak memanggil kami. Di tikar yang emak gelar, sudah tersaji nasi dan sate daging. Aku mengambil setusuk, dan mencecapnya perlahan dengan penuh nikmat. Kedua adikku pun lahap menyantap bagian masing-masing seorang satu. Setelah itu, barulah aku tuang nasi ke dalam piring dan mengambil sate dengan siraman saus kacang. Hmm, setahun sekali kami rasakan sepiring sendiri dengan jumlah tusukan yang mengenyangkan.
Tahun ini aku tak tahu masih adakah pembagian kupon daging kurban, karena emak belum mengatakan agar aku bersiap untuk antri nanti.
wisataliterasi/hadiyatitriono