Pesanku Semua akan Baik Baik
Bapak di kampung sudah menanyakan kabar aku dan keluarga via telepon, sebelum larangan mudik diberlakukan.
Kami ingat betul percakapan waktu itu.
“Bagaimana keadaan di sana. Apakah kalian sehat dan baik-baik saja. Ini sudah hampir puasa Ramadhan, kemudian Lebaran. Sempatkan pulang ya.” Suara bapak jelas terdengar dari speaker yang diperkeras volumenya
Kami terdiam sejenak. “Ya Bapak, kami semua sehat. InshaAllah kami pulang kalau kondisi sudah kembali normal. Kami di sini baik-baik saja.”
Banyak hal yang kami sembunyikan selama percakapan itu. Semua demi ketenangan orang tua. Saat ini kami tidak bisa menjaga dan merawatnya, maka hanya berita yang menenangkan tentang kami saja yang disampaikan. Bapak sudah sepuh, mungkin hanya tahu sepintas tentang wabah yang melanda saat ini, apalagi tinggal jauh di pelosok.
Sungguh tak tega bila bapak tahu keadaan kami sebenarnya. Kondisi saat ini benar-benar prihatin. Secara materi, makin menipis uang yang kami miliki. Perusahaan menunda pembayaran gaji karyawan yang hari kerjanya telah dipangkas. Istri membantu menopang dengan menitipkan jajanan di lapak orang di pasar dan toko-toko. Namun kenyataan yang ada, toko semakin banyak yang tutup, lapak pasar pun sepi pembeli, belum lagi jam operasional pasar yang dibatasi.
Beruntung ada sumbangan sembako yang membantu keterbatasan kami berbelanja kebutuhan pokok. Uang yang masih kami miliki, dipakai untuk kebutuhan belajar daring anak-anak, token listrik, bahkan uang sekolah juga memanggil. Duh duh duh, kedepannya masih belum kebayang cara mengatasinya, bila kondisi ini berlarut-larut.
Kini mudik dilarang, dan Bapak kembali membicarakan hal itu kemarin lewat telepon.
“Kalian enggak boleh mudik dulu ya. Kalau nekat, nanti sesampainya di sini, kalian harus dikarantina. Lha kan malah repot. Pesanku semua akan baik-baik saja. Bapak di sini dan kalian di sana.”
Di dalam hati ini sebenarnya lega tapi juga perih. Biarlah saat ini bapak di kampung, tahunya aku dan keluargaku di rantau baik baik saja.
Aku menjawab dengan kata yang bergetar, “Iya Bapak maaf, esok saat lebaran kami tetap di tanah rantau. Semoga cukup kita silaturahmi melalui video call.“
wisataliterasi/hadiyatitriono