Jalanan sepi, aktivitas yang terhenti, dunia usaha yang macet. Semua itu, dalam situasi sekarang, terjadi dimana-mana. Bukan hanya di negara kita, tapi sebagian besar negara di dunia.
Keluhan demi keluhan melintas di semua media sosial. Kenangan manis masa lalu nan indah, dimuat ulang. Bisa sebagai kenangan, bisa juga sebagai pemicu semangat kalau masa itu pasti akan kembali.
Seorang teman yang bekerja di satu hotel berbintang, memintaku untuk melukiskan masa indah itu berganti kesunyian. Bukan untuk mengecilkan hati karena kondisi yang terpuruk, tapi menambah kebesaran jiwa bahwa dia pernah berarti bagi orang lain, saat bekerja dulu.
Hotel tempatnya bekerja sejak puluhan tahun itu, memberi banyak pengalaman hidup. Di sana terjadi hubungan antara ‘guest’ / tamu dan ‘host’ / pelayanan. Ada aktivitas yang melibatkan emosi, keramahtamahan, juga kenyamanan.
Pelancong dan tamu lainnya, memerlukan akomodasi beserta makanan dan minuman, serta jasa lainnya yang saling berhubungan.
Tingkat hunian tinggi sangat dinanti semua pelaku pelayanan hotel. Pemesanan di awal, menambah semangat, kamar telah terjual dan sebagian deposit telah di tangan. Hal ini semua bisa diraih, saat orang-orang masih leluasa untuk bepergian.
Sang teman yang bekerja di hotel itu juga bahagia, karena itu berarti ada tambahan bonus selain gaji yang ditetapkan. Walaupun tidak memegang satu jabatan bergengsi, hanya bagian kecil dari satu divisi, ada kebanggaan tersendiri saat tamu check out dan menyampaikan terima kasih atas pelayanan semua karyawan hotel. Ada rasa lain di dada, seakan ikut memiliki hotel tersebut.
Kini, semua lengang. Setiap sudut ruangan hanya terlihat pajangan, deretan furniture yang berjajar rapi, tanpa sentuhan. Perlengkapan elektronik pun tidak banyak bahkan tidak ada yang ngadat karena kelebihan beban pemakaian. Dapur sepi tanpa suara beradunya sutil dengan wajan. Kolam renang bersih, ruang administrasi kosong dan sepi tanpa derit printer.
Saat sepi dan harus dirumahkan seperti sekarang, terlintas kenangan lalu yang indah. Kini yang terasa hanya kosong dan kesunyian, entah sampai kapan.
wisataliterasi/hadiyatitriono