Hari raya Idul Fitri baru saja dirayakan. Suka cita pelaksanaan ibadah masih terasa walau suasananya berbeda dengan tahun sebelumnya.
Keistimewaan berlanjut keesokan harinya. Iya, ibunda tercinta bertambah usia. Ada bahagia terpancar, karena saat usia senja masih menemani kami putra-putrinya, masih merasakan kehadiran anak, cucu, dan cicitnya.
Hari itu, ibu ditemani anak dan cucu yang dekat lokasi tempat tinggalnya, mengingat usia yang makin bertambah angkanya, tapi makin berkurang waktu untuk di dunia.
Perjalanan hidup adalah perjalanan panjang dalam rentang waktu yang tak tahu berapa lama Allah tetapkan.
“Terima kasih untuk kalian yang masih bisa Ibu temani. Ibu sekarang tidak segesit dulu, pandangan mata juga tidak tajam lagi. Jadi tak bisa melotot lagi seperti dulu kalau kalian nakal. Tenaga juga sudah berkurang, jadi Nenek sudah tak bisa gendong cucu lagi. Wajah keriput, gigi mulai rontok satu persatu dan rambut mulai memutih.
Yah, semua sudah berkurang dan terbatas, tetapi kegiatan tidak terhenti kan. Otak dan pikiran Ibu masih bagus. Untuk itu semakin umur, tetap menjaga kesehatan, pikiran dan hati agar tetap sehat lahir batin.”
Ibu berkata dengan perlahan dan haru. Suasana makin haru biru saat putra-putra tercinta yang tak bisa menemani langsung di samping Ibu, melakukan komunikasi bareng dengan video call.
Ekspresi ibu yang sedih karena tidak semua anggota keluarga berkumpul, hingga pancaran wajah bahagia, melihat wajah anak-anaknya dan bisa berbicara langsung dengan mereka yang jauh. Terlihat tetesan air mata di sudut netra tuanya.
Doa kami, putra-putrimu, cucu dan juga cicit di hari ulang tahun Ibunda/ Eyang yang ke 88, “Semoga Allah memberikan berkah atas bertambahnya umurmu.”
wisataliterasi/hadiyatitriono