Belajar dari Anak Kecil

Sungguh diluar dugaan kami, saat kamu mengutarakan niat untuk belajar di pondok pesantren selepas sekolah dasar ini.

“Itu masih jauh Nak, kamu baru saja tamat Taman Kanak-Kanak.” Aku mengucapkannya sambil tersenyum, walaupun sebenarnya kaget dengan permintaannya.

“Ya Bu, pokoknya Amirah harus mondok nanti,” kata anakku dengan tegas.

Keinginannya untuk belajar di pondok datang dari dirinya sendiri. Mungkin didorong juga oleh suasana agamis yang selalu ku upayakan melingkupi kesehariannya. Dia masuk di taman kanak-kanak yang islami. Tentu saja pelajaran dan pengenalan tentang Islam mendapat porsi besar bagi murid-muridnya. Tugas dari sekolah seperti mengaji dan membaca kisah-kisah Nabi dan Rasul melibatkan aku dan suami sebagai orang tuanya. 

Sungguh aku sangat bersyukur, memiliki anak yang mau menjalankan syariat agama sejak dini. Semua ini kurasakan juga sebagai sentilan dari-Nya. Terua terang, aku tak bisa mengaji dengan huruf hijaiyah walaupun waktu kecil diikutkan ibu ke TPQ (Tempat Pembelajaran Quran). Masuk usia remaja hingga dewasa dan berumah tangga, aku lebih sering membaca dari huruf latin yang menyertai ayat-ayat suci Al Qur’an. Diberi amanat anak solehah ditambah lagi rasa syukur ini semakin berlipat, karena aku mendapat jodoh yang membimbingku tentang agama dengan lebih baik.

Di usia dini, anakku sudah menyelesaikan buku paket belajar dasar, dan kini sudah membaca langsung di Al Quran tanpa huruf latin. Suaranya lantang dengan makhroj serta tajwid yang Inshaallah benar. Subhanallah, aku emaknya harus belajar dari anak kecil. Tak perlu malu, lebih baik terlambat daripada tidak mau berusaha sama sekali. Inshaallah, ibu akan segera membaca Al Qur’an dengan huruf yang sebenarnya, walau harus terbata-bata.

wisataliterasi/hadiyatitriono

0Shares

Tinggalkan Balasan